Share | Tweet |
|
Kutub Utara berada di atas es yang lebih kecil dan lebih tipis dibandingkan dengan sebelumnya, sementara es tua yang kuat mulai digantikan es muda yang cepat mencair. Demikian dikatakan beberapa peneliti di NASA dan National Snow and Ice Data Center di Colorado.
Menurut para peneliti tersebut, maksimum es laut Artik pada musim dingin ini bertambah 15 juta dan 150.000 kilometer persegi, sekitar 720.000 kilometer persegi lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata wilayah Kutub Utara antara 1979 dan 2000.
Pada musim dingin normal, es seringkali memiliki ketebalan tiga meter atau lebih, Namun, tahun ini, ketebalan lapisan es hampir-hampir tak dapat menembus sasaran yang tepat 'Arctic Circle'.
'Kita tidak siap menghadapi musim panas. Kita berada pada situasi yang sangat genting,' kata ilmuwan dari Ice Data Center, Walt Meier.
Jumlah es laut tebal mencapai tingkat rendah pada musim dingin dengan luas 680.400 kilometer persegi tahun ini, turun 43 persen dari tahun lalu.
'Biasanya, es yang tipis dan lebih muda berjumlah 70 persen dari lapisan es. Tahun ini, lapisan itu mencapai 90 persen,' kata Meier.
'Es laut penting karena memantulkan sinar matahari dari Bumi. Makin banyak es tersebut mencair, makin banyak panas terserap oleh samudra sehingga menambah panas temperatur di planet ini,' kata Manager Program Wilayah Kutub NASA Tom Wagner.
Pemanasan itu juga dapat mengubah pola iklim di seluruh dunia dan itu mengubah ekosistem bagi hewan seperti beruang kutub.
Sementara itu, kondisi Kutub Selatan juga memprihatinkan. Sebanyak satu beting es telah sirna dengan cepat, satu mulai hilang dan gletser mencair lebih cepat dari perkiraan semua orang akibat perubahan iklim, seperti diungkapkan beberapa peneliti Pemerintah Inggris dan AS pada 3 April lalu.
Mereka mengatakan 'Wordie Ice Shelf', yang telah terpecah sejak 1960-an, sirna dan bagian utara 'Larsen Ice Shelf' sudah tak ada lagi. Lebih dari 8.300 kilometer persegi telah terpisah dari 'Larsen Shelf' sejak 1986.
Perubahan iklimlah penyebabnya. Demikian isi laporan dari 'US Global Survey' (USGS) dan 'British Antartic Survey', sebagaimana disiarkan di dalam laman www.pubs.usgs.gov.
'Berkurangnya gletser dengan cepat di sana memperlihatkan sekali lagi dampak nyata yang sedang dialami planet kita, lebih cepat dari yang diperkirakan, sebagai dampak dari perubahan iklim,' kata Menteri Dalam Negeri AS Ken Salazar dalam satu pernyataan.
'Ini berlanjut dan sering kali pengurangan gletser yang sering kali dengan sangat besar adalah seruan peringatan bahwa perubahan terjadi ... dan kita perlu mempersiapkan diri,' kata ahli glasiologi USGS, Jane Ferrigno, yang memimpin studi Antartika, dalam satu pernyataan.
'Antartika memiliki kepentingan khusus karena memiliki sebanyak 91 persen volume gletser di Bumi, dan perubahan di mana pun pada lapisan es menimbulkan ancaman besar bagi masyarakat,' katanya.
Dalam laporan lain yang disiarkan di dalam jurnal 'Geophysical Letters', 'National Oceanic and Atmospheric Administration' menyatakan, es juga mencair jauh lebih cepat daripada perkiraan di Kutub Utara.
Laporan tersebut didasarkan atas analisis baru komputer dan pengukuran es belum lama ini.
'UN Climate Panel' memproyeksikan bahwa temperatur atmosfer dunia akan naik antara 1,8 dan 4,0 derajat celsius akibat buangan gas rumah kaca, kondisi yang dapat mengakibatkan banjir, kemarau, gelombang panas dan badai lebih kuat.
Sementara gletser dan lapisan es mencair, keadaan itu dapat menaikkan seluruh permukaan air samudra dan merendam daerah dataran rendah.